TUGAS BULAN 1
1. Penalaran Ilmiah
2. Berfikir Deduktif
3. Berfikir Induktif
Nama : Mega Putri Agustina
Kelas : 2EB07
NPM : 25213388
Fakultas Ekonomi
UNIVERSITAS GUNADARMA
1. PENALARAN ILMIAH
a. Pengertian
Penalaran
Menurut
Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis
untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak
ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan
teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala
aktifitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip
penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai
prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena penalaran mendidik
manusi bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu
sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
Dalam sumber yang sama, Minto Rahayu, (2007 :
35), “Penalaran adalah suatu proses berpikir yang logis dengan berusaha
menghubung-hubungkan fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan.Fakta adalah
kenyataan yang dapat diukur dan dikenali. Untuk dapat bernalar, kita harus
mengenali fakta dengan baik dan benar. Fakta dapat dikenali melalui pengamatan, yaitu
kegiatan yang menggunakan panca indera, melihat, mendengar, membaui, meraba,
dan merasa. Dengan mengamati fakta, kita dapat menghitung, mengukur, menaksir,
memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan, dan menghubung-hubungkan. Jadi, dasar
berpikir adalah klasifikasi”.
Sedangkan Widjono, (2007:209), mengungkapkan
penalaran dalam beberapa definisi, yaitu:
1)
Proses
berpikir logis, sistematis,
terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan.
2)
Menghubung-hubungkan
fakta atau data sampai dengan suatu simpulan.
3)
Proses
menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian
baru.
4)
Dalam
karangan terdiri dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan
mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubungkan variabel yang dikaji
sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan.
5)
Pembahasan
suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau
pengertian baru.
Jadi,
dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah proses
pemikiran yang logis untuk memperoleh kesimpulan berdasarkan fakta yang relevan
(sebenarnya). Atau dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta
sebagai dasar untuk menghasilkan dan menarik kesimpulan.
b. Unsur
Penalaran Penulisan Ilmiah
Menurut Widjono, (2007 : 210), unsur
penalaran penulisan ilmiah adalah sebagai berikut:
1)
Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian
tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
2) Dasar
pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
3)
Proposisi,
mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a) Proposisi
empirik yaitu
proposisi berdasarkan fakta.
b) Proposisi
mutlak yaitu
pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk menyatakan benar atau
salahnya.
c) Proposisi
hipotetik yaitu
persyaratan huungan subjek dan predikat yang harus dipenuhi.
d) Proposisi
kategoris yaitu
tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat.
e) Proposisi
positif universal yiatu
pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
f) Proposisi
positif parsial yaitu
pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif.
g) Proposisi
negatif universal, kebalikan
dari proposisi positif universal.
h) Proposisi
negatif parsial, kebalikan
dari proposisi negatif parsial.
4) Proses
berpikir ilmiah yaitu
kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5) Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran,
penggunaan argumen (alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan
justifikasi (pembenaran).
6) Sistematika yaitu seperangkat proses atau bagian-bagian
atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7) Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas)
dalam karangan.
8) Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah
topik yang akan dianalisis.
9) Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan,
dan lain-lain.
10) Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa
proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya. Pembuktian ini harus
disertai dukungan yang berupa: metode analisis baik yang bersifat manual maupun
yang berupa software. Selain itu, pembuktian didukung pula dengan
data yang mencukupi, fakta, contoh, dan hasil analisis yang akurat.
11) Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah
analisis induktif atau deduktif.
12) Kesimpulan
(simpulan) yaitu
penafsiran atas hasil pembahasan, dapat berupa implikasi atau inferensi.
c. Jenis
Penalaran
Minto Rahayu, (2007 : 41), penalaran dapat
dibedakan dengan cara induktif dan deduktif.
1)
Penalaran
induktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari satu
atau sejumlah fenomena atau gejala individual untuk menurunken suatu kesimpulan
(inferesi) yang berlaku umum.
Proses induksi dapat dibedakan menjadi:
a)
Generalisasi ialah proses berpikir berdasarkan
pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik
kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
b)
Analogi ialah suatu proses berpikir untuk
menarik kesimpulan atau inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus
berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat atau
ciri-ciri esensial penting yang bersamaan.
c)
Sebab
akibat, prinsip umum
hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya.
2)
Penalaran
deduktif
Ialah proses berpikir yang bertolak dari
prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala atas
prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang
merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.
2. BERFIKIR
DEDUKTIF
Deduksi
berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan
dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum.
Deduksi adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang
bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Dalam deduktif telah diketahui kebenarannya
secara umum, kemudian bergerak menuju pengetahuan baru tentang kasus-kasus atau
gejala-gejala khusus atau individual. Jadi deduksi adalah proses berfikir yang
bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, toeri, keyakinan) menuju hal
khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu ditariklah kesimpulan tentang hal-hal
yang khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa itu.
Contoh :
Semua mahluk akan mati.
Manusia adalah mahluk.
Karena itu semua manusia akan mati.
Contoh di atas merupakan bentuk penalaran
deduktif. proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap. Pertama,
generalisasi sebagai pangkal tolak. Kedua, penerapan atau perincian
generalisasi melalui kasus tertentu. Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku
bagi kasus khusus itu. Deduksi menggunakan silogisme dan entimem.
Dapat disimpulkan secara lebih spesifik bahwa
argumen berpikir deduktif dapat dibuktikan kebenarannya. Kebenaran konklusi
dalam argumen deduktif bergantung pada dua hal, yaitu kesahihan bentuk argumen
berdasarkan prinsip dan hukumnya; dan kebenaran isi premisnya berdasarkan
realitas. Sebuah argumen deduktif tetap dapat dikatakan benar berdasarkan
bentuknya, meskipun isinya tidak sesuai dengan realitas yang ada; atau isi
argumen deduktif benar menurut realitas meskipun secara bentuk ia tidak
benar.
Dalam deduktif uraian mengenai proses
berpikir antara lain :
a.
Silogisme
Kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang
semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme
disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor
(premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya
menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term
penengah (middle term).
Contoh:
-
Semua
tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
-
Akasia adalah tumbuhan (premis
minor).
∴ Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik. Apabila
salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga. Contoh:
-
Semua
yang halal dimakan
menyehatkan (mayor).
-
Sebagian
makanan tidak menyehatkan (minor).
∴ Sebagian
makanan tidak halal dimakan (konklusi).
Apabila salah satu premis bersifat negatif,
maka kesimpulannya harus negatif juga. Contoh:
-
Semua korupsi tidak
disenangi (mayor).
-
Sebagian
pejabat korupsi (minor).
∴ Sebagian pejabat tidak disenangi
(konklusi).
Apabila kedua premis bersifat partikular, maka
tidak sah diambil kesimpulan. Contoh:
-
Beberapa politikus tidak jujur
(premis 1).
-
Bambang
adalah politikus (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan.
Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan
kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat negatif, maka
tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai
yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika
salah satu premisnya positif. Contoh:
Kedua premis tersebut tidak mempunyai
kesimpulan
Apabila term penengah dari suatu premis tidak
tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh;
semua ikan berdarah
dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin
saja binatang melata.
Term-predikat dalam kesimpulan harus
konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten,
maka kesimpulannya akan salah. Contoh:
-
Kerbau adalah binatang.(premis 1)
-
Kambing bukan
kerbau.(premis 2)
∴ Kambing bukan binatang ?
Binatang pada konklusi merupakan term negatif
sedangkan pada premis 1 bersifat positif
Term penengah harus bermakna sama, baik dalam
premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan
menjadi lain. Contoh:
-
Bulan
itu bersinar di langit.(mayor)
-
Januari adalah
bulan.(minor)
∴ Januari bersinar dilangit?
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term
subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklsinya. Contoh:
-
Kucing
adalah binatang.(premis 1)
-
Domba
adalah binatang.(premis 2)
-
Beringin
adalah tumbuhan.(premis3)
-
Sawo
adalah tumbuhan.(premis 4)
Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan
kesimpulannya
b.
Silogisme
Hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme
pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung
hipotese. Silogisme hipotetis bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada
kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi.
Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh karena
sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Contoh :
Premis mayor : Jika tidak turun hujan, maka
panen akan gagal.
Premis minor : Hujan tidak turun.
Konklusi : Sebab
itu panen akan gagal.
3. Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang
terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif
yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya
akan menolak alternatif yang lain. Contoh:
-
Nenek
Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di
Bogor.
4. Entimem
Silogisme sebagai suatu cara untuk menyatakan
pikiran tampaknya bersifat artifisial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya
silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan.
Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan
dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem yang
berarti ‘simpan dalam ingatan’ dalam bahasa yunani. Dalam tulisan-tulisan
bentuk inilah yang dipergunakan, dan bukan bentuk yang formal seperti
silogisme. Contoh :
- Premis
mayor : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas
Cup adalah Seorang pemain kawakan.
-
Premis
minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan
Thomas Cup.
-
Konklusi
: Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
-
Entimem : Rudy hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih
untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.
3. BERFIKIR
INDUKTIF
Induksi adalah cara
mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk
menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444
W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan
dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang kusus dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat
ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Penarikan kesimpulan secara induktif
menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai benyaknya kasus yang
harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Misalnya,
jika kita ingin mengetahui berapa penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa
sawit di Kabupaten paser, lantas bagaimana caranya kita mengumpulkan data
sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan
wawancara terhadap seluruh petani kelapa sawit yang ada di Kabupaten Paser.
Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan
kesimpulan mengenai penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit tersebut
di Kabupaten Paser, tetapi kegiatan ini tentu saja akan menghadapkan kita
kepada kendala tenaga, biaya, dan waktu.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah
yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan
umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu,
1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut :
1.
Langkah
pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan
adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin,
sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus
dipelajari.
2.
Langkah
kedua adalah perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban
sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk
bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat,
diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan
dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan
fokus kajian.
3.
Langkah
ketiga adalah mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau
jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta
atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan
umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa
hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup
generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat
dijadikan satu teori.
4.
Langkah keempat
adalah perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi
ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh
induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan
tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan
pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk
diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus
merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih
tinggi.
Contoh lain dari argument metode beepikir
induktif adalah:
1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
2. Kuda Australia punya sebuah jantung
3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
5. …
6. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Dari berbagai peryataan kemudian di tarik
kesimpulan secara umun itulah merupakan metode berpikir secara induktif (khusus
ke umum) jadi dalam berpikir induktif dari cakupan yang kevil kemudian di
jabarkanmenjadi kesimpulan secara umum.
4. Bentuk-bentuk
Penalaran Induktif
a. Generalisasi : Proses penalaran
yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk
mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Contoh generalisasi :
1)
Jika
dipanaskan, besi memuai.
2)
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
3)
Jika
dipanaskan, emas memuai.
4)
Jika
dipanaskan, platina memuai
5)
Jadi,
jika dipanaskan, logam memuai.
6)
Jika
ada udara, manusia akan hidup.
7)
Jika
ada udara, hewan akan hidup.
8)
Jika
ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan
hidup.
b. Hipotesis dan Teori
Hipotesis adalah proposisi yg masih
perlu diuji
Teori adalah proposisi yg telah
teruji.
Contoh :
-
Semua
kucing yang bermata biru adalah tuli (Darwin dalam ilmu biologi)
-
Tidak
ada hewan yang bertanduk dan berkuku telapak adalah pemakan daging
- Anak
kecil yang pernah terluka jari-jarinya karena bermain-main denganpisau akan
berhati-hati bila di saat lain dia menggunakan pisau
- Ilmu
ilmu kealaman semuanya disusun berdasarkan generalisasi tidak sempurna,
demikian pula ilmu sosial
c.Analogi : Cara penarikan penalaran
dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama. Contoh analogi:
-
Nina
adalah lulusan Akademi Amanah.
-
Nina
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
-
Ali
adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan
tugasnya dengan baik.
d. Hubungan kausal : penalaran yang
diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
1. Sebab- akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang
menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab
ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan
gagasan penjelas.
“Hujan turun di daerah itu mengakibatkan
timbulnya banjir.”
2. Akibat – Sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi
akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
“Andika tidak lulus dalam ujian kali ini
disebabkan dia tidak belajar dengan baik”
3. Akibat – Akibat.
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat
menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang
menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian
beberapa akibat.
“Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah
becek, sehingga ibu beranggapan jemuran dirumah basah”
e. Induksi dalam Metode Eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis
pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan
untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang
singkat, akurat, dan padat. Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang
suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi
pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau
statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi
uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut
paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
1.
Menentukan
topik/tema
2.
Menetapkan
tujuan
3.
Mengumpulkan
data dari berbagai sumber
4.
Menyusun
kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
5.
Mengembangkan
kerangka menjadi karangan eksposisi
Daftar Pustaka
- Aadanwde, ‘Berfikir Induktif dan Deduktif’
Gorys keraf. (Online). (http://aadanwde.wordpress.com/2012/04/21/berfikir-induktif-dan-deduktif-gorys-keraf/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme/
- Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.Jakarta :
Grasindo.
- Jumanta. Tanpa Tahun. Penalaran Dalam
Proses Penulisan Ilmiah. Dalam
http://jumanta.com/download/doc_download/15-pertemuan7c-proses-penalaran-ilmiah.html
http://jumanta.com/download/doc_download/15-pertemuan7c-proses-penalaran-ilmiah.html
- Keraf Gorys, Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia, 1989.
- Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia
di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
- Sarwono, Jonathan. 2010. Pintar
Menulis Karangan Ilmiah - Kunci Sukses dalam Menulis Ilmiah.Yogyakarta :
Andi Offset.